Senin, 30 April 2018
Rugi-Rugi Aliran Udara Akibat Gesekan Pada Permukaan yang Kasar
Kerugian akibat gesekan pada permukaan yang kasar (Friction Loss on Rough Surface)
Pada saat udara atau fluida mengalir melalui
permukaan yang kasar, akan terdapat banyak kerugian atau hilangnya tekanan
akibat gesekan antara lapisan udara atau fluida
berinteraksi dengan permukaan yang kasar.
Kerugian ini akan menghasilkan menurunnya tekanan
statis dan menurunkan tekanan udara total.
Pada penerapan di lapangan, aliran udara atau fluida
dianggap turbulen.
Tekanan yang hilang akibat gesekan merupakan kuadrat
dari kecepatan aliran udara atau fluida.
Tekanan yang hilang akibat gesekan menunjukkan
hilangnya enegri pada aliran udara yang mengakibatkan hilangnya tekanan statis
dan menghambat laju aliran udara atau fluida dalam suatu lokasi seperti pada
tambang bawah tanah.
Perhitungan Atkinson merupakan representasi dari
model matematis yang menunjukkan hubungan antara tekanan yang hilang akibat
gesekan dengan permukaan yang kasar serta laju aliran udara atau fluida.
Keterangan:
k = Faktor kekasaran
dari permukaan (Ns2/m4)
C = Keliling (m)
L = Panjang (m)
A = Luas (m)
ρ = Densitas udara/fluida
(kg/m3)
V = Kecepatan (m/s)
Q = Debit (m3/s)
Perhitungan Ketahanan Saluran Udara (Airway Resistance), R
Pada Rumus dibawah dapat disingkat
Menjadi
Nilai faktor k didapat berdasarkan nilai koefisien
dari faktor kekasaran, ketetapan nilai k yaitu sebesar 0.003 untuk saluran yang
memiliki permukaan yang halus, dan 0.015
untuk saluran yang memiliki permukaan yang kasar.
Kerugian (Loses) Akibat Aliran Udara pada Tambang Bawah Tanah dan Jenis Aliran Udara
Perhitungan dari laju udara dan kerugian akibat
gesekan pada permukaan pada tambang bawah tanah didasarkan oleh:
- Bentuk dan panjang dari saluran udara (duct)
- Kekasaran dari bidang terowongan bawah tanah
- Jenis aliran (aliran turbulen atau laminar)
- Kuantitas dari udara, cairan atau fluida yang berada pada saluran udara (duct)
Faktor gesekan
Kerugian yang muncul akibat faktor gesekan terbagi
tiga:
- Friction loss, kerugian yang dihasilkan berupa hilangnya tekanan karena mengalir pada permukaan atau bidang sentuh yang kasar.
- Discontinuity loss, kerugian yang dihasilkan berupa hilangnya tekanan pada saat udara mengalir pada bagian bidan diskontinyu (contoh: belokan)
- Obstruction loss, kerugian yang dihasilkan berupa hilangnya tekanan karena aliran udara melewati objek yang berada di depannya.
Visikositas dari fluida
Pada saat fluida bergerak didalam tambang bawah
tanah, molekul yang terdapat dalam udara saling bergerak satu sama lain secara
linear dan bergantung pada gaya kohesi dari antar material. Semakin cepat
kecepatan dari suatu fluida, molekul akan bergerak secara acak dan tidak lagi
bergerak linear satu sama lain yang akan mengakibatkan gaya inesia meningkat
dan aliran akan berubah menjadi turbulen.
Aliran Laminar, Transisi dan Turbulen pada pergerakan Udara
Derajat perubahan turbulen pada fluida yang bergerak
didasarkan pada visikositas dan kecepatan dari fluida. Apabila visikositas pada
fluida rendah, maka fluida akan bergerak dengan cepat dan akan semakin menjadi
turbulen dan lambat apabila fluida tersebut memiliki visikositas yang tinggi.
- Turbulen berhubungan langsung pada hilangnya energi ataupun tekanan dari udara
- Pada kondisi laminar, tekanan berbanding lurus dengan kecepatan dari fluida (P=V).
- Sedangkan pada kondisi turbulen, hilangnya tekanan merupakan nilai kuadrat dari kecepatan fluida (P=V2).
Grafik Hubungan Hilangnya Tekanan dengan
Kecepatan Udara
Nilai dari aliran laminar dan turbulen dapat
ditentukan dengan menggunakan bilangan Reynold:
ρ = Densitas (kg/m3)
L = Diameter dari permukaan bidang
sentuh udara (m)
V = Kecepatan (m/s)
µ = Visikositas (kg/ms)
Secara umum, nilai
bilangan Reynold untuk aliran laminar berada dibawah 2000 (<2000, Laminar) sedangkan
diantara 2000-4000 merupakan transisi atau disebut pula dengan bilangan Reynold
kritis, atau dengan kata lain bilangan Reynold >4000 merupakan jenis aliran turbulen.
Lingkungan Pengendapan Batubara
Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan
kondisi lingkungan dan geologi disekitarnya. Distribusi lateral, ketebalan,
komposisi dan kualitas batubara banyak dipengaruhi oleh lingkungan
pengendapanya.
Macam-macam lingkungan pengendapan batubara:
Telmatis/Terestrial
Lingkungan yang berada pada daerah pasang surut ini
menghasilkan gambut yang tidak terganggu dan tumbuh secara insitu (forest peat, reed
peat dan high moor moss peat)
Limnik
Lingkungan ini terendapkan di bawah air rawa danau.
Batubara yang terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan
karena pada rawa danau biasanya ada bagian pengendapan yang berada di bawah air (feed
swamp)
Marine
Batubara yang terendapkan pada lingkungan ini
mempunyai ciri khas kaya abu, sulfur dan nitrogen yang mengandung fosil laut. Untuk daerah
tropis biasanya terbentuk dari mangrove (bakau) dan kaya akan mineral sulfur.
Ca-rich
Lingkungan ini menghasilkan batubara yang kaya akan
Ca dan mempunyai ciri yang sama pada endapan payau. Batubara Ca-rich selalu
terjadi pada lingkungan bawah air dengan kondisi oksigen terbatas. Lingkungan
pengendapan ini juga banyak mengandung fosil. Batubara Ca-rich banyak
mengasilkan bitumen.
Lebih lanjut menurut Diessel (1992) menjelaskan
karakteristik lingkungan pengendapan batubara sebagai berikut :
Braid Plain
Merupakan dataran aluvial yang terdapat diantara
pegunungan, dimana terendapkan sedimen berukuran kasar (> 2 mm). Batubara yang
terbentuk pada daerah ini merupakan hasil diagenesa gambut ombrogenik yang
mempunyai penyebaran lateral terbatas dengan ketebalan rata-rata 1,5 m.
Kandungan abu, total sulfur dan vitrinitnya umumnya
rendah, sementara pada daerah tropis kandungan vitrinit umumnya tinggi. Pada
bagian tengah lahan gambut umumnya kaya maseral inertinit (28%) karena suplai
nutrisi yang terbatas. Kandungan inertinit (khususnya semifusinit) yang sangat
besar memnyebabkan nilai TPI (Tissue Prevation Index, menyatakan perbandingan struktur material yang terendapkan dengan yang tidak terendapkan) relatif tinggi yang sekaligus menunjukan bahwa
tumbuhan asalnya didominasi oleh bahan kayu. Sementara itu nilai GI (Gelification Index, kontinuitas kelembaban pada lahan gambut serta menyatakan perbandingan antara maseral yang terbentuk karena proses gelifikasi dan maseral yang terbentuk akibat proses oksidasi) yang rendah
dan warna batubara yang buram dapat menunjukan bahwa secara periodik permukaan
gambut mengalami kekeringan dan proses oksidasi. Kandungan abu yang kadang
ditemukan cukup tinggi (± 20%), kemungkinan dapat berasal dari banjir musiman
dan keluarnya air dari tanah kepermukaan.
Alluvial Valley dan Upper Delta Plain
Kedua lingkungan ini sulit dibedakan karena adanya
kesamaan litofasies dan sifat batubara yang terbentuk sehingga pembahasan dapat
disatukan. Lingkungan ini merupakan transisi dari lembah dan dataran aluvial
dengan dataran delta, umumnya melalui sungai berstadium dewasa yang memiliki
banyak meander (lekukan sungai yang hampir membentuk setengah lingkaran). Lapisan batubara umumnya memiliki ketebalan bervariasi dan
endapan sedimen terutama terdiri atas perselingan batupasir dan lanau/lempung.
Gambut dapat terakumulasi pada berbagai morfologi
seperti rawa, dataran dan cekungan banjir, bagian luar saluran sungai dan
lain-lain. Permukaan cenderung selalu basah dan jarang mengalami periode
kemarau sehingga menghasilkan endapan batubara yang mengkilap dengan nilai TPI
dan GI relatif tinggi serta didominasi oleh maseral telovitrinit/humotelitin
dan secara kualiatas memiliki kandungan abu dan sulfur yang rendah dibanding
batubara pada lingkungan lain
Lower Delta Plain
Lingkungan ini dibedakan dengan upper delta plain
dari tingkat pengaruh pasang air laut terhadap sedimentasi, dimana batas antara
keduanya adalah pada daerah batas tertinggi dari air pasang. Endapan sedimen
pada lower delta plain terutama dari batulanau, batulempung dan serpih yang
diselingi oleh batupasir halus.
Pada saat pasang naik air laut akan membawa nutrisi
kedalam rawa gambut sehingga memungkinkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik,
namun di sisi lain dengan naiknya batas pasang maka akan ternendapkan sedimen
klasitik halus yang akan menjadi pengotor dalam batubara.
Disamping itu, pengaruh laut akan meningkatkan
kandungan pirit dalam batubara yang terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat
dalam air laut. Menurut Horne dan Ferm (1978), batubara yang ternendapkan dalam
lingkungan ini memiliki penyebaran luas tetapi ketebalan tipis, batubaranya
memiliki kandungan inertinit yang rendah dengan nilai GI yang tinggi. Kandungan
vitrinit/huminit nya terutama didominasi oleh detrovitrinit/humotellinit
sehingga nulai TPI nya relatif rendah. Hal ini menunjukan tingginya proporsi
tumbuhan dengan jaringan lunak (soft – tissued plant) dan bio degradasi pada
kondisi pH yang relatif tinggi
Barrier Beach
Pada lingkungan ini, morfologis garis pantai
dikontrol oleh rasio suplai sedimen dengan daerah pantai, yaitu gelombang
pasang dan arus. Jika nilai rasio tinggi maka akan terbentuk delta, namun jika
nilai rasio rendah maka sedimentasi akan terdistribusi di sepanjang pantai.
Rawa gambut pada barrier beach memiliki permukaan
yang relatif lebih rendah terhadap muka air laut sehingga sering kebanjiran dan
ditumbuhi alang-alang. Gambut yang akan terakumulasi di suatu tempat jika
fluktuasi air pasang tidak tinggi sehingga timbunan material gambut tidak
berpindah tempat. Dengan demikian rawa gambut pada lingkungan ini sangat
dipengaruhi oleh regresi dan trangresi air laut.
Penerapan Prinsip Konservasi dalam Ilmu Pertambangan
Penerapan prinsip konservasi perlu dilakukan dalam
kegiatan penambangan sumberdaya mineral dan batubara, hal ini dikarenakan
mineral dan batubara merupakan sumberdaya yang tidak dapat terbarukan. Maka
dari karena itu,kegiatan pengelolaan, pengusahaan dan pemanfaatannya harus
dilakukan secara optimal, baik bagi perusahaan, masyarakat, maupun pemerintah.
Agar prinsip konservasi dalam kegiatan penambangan
sumberdaya mineral dan batubara dapat terlaksana, segala hal yang berhubungan
dengan kegiatan yang dapat merugikan seperti pemborosan sumberdaya mineral
harus dicegah dan dihindari.
Beberapa contoh penerapan prinsip konservasi
diantaranya sebagai berikut:
Mengoptimalkan produksi penambangan, dengan cara:
- Menerapkan teknik penambangan dan peralatan yang tepat.
- Memaksimalkan cut off grade (untuk bijih) dan cut off thickness (untuk batubara).
- Mencegah ceceran dalam kegiatan penggalian dan pengangkutan.
- Menghindari dilusi
- Mengoptimalkan recovery
Mengoptimalkan pengolahan, dengan cara:
- Menerapkan teknik pengolahan dan peralatan yang tepat.
- Memaksimalkan head grade dengan cara blending.
- Memproduksi beberapa macam jenis dan kualitas produk.
- Memaksimalkan recovery baik mineral utama maupun mineral ikutan.
- Menempatkan dan mendata jumlah kualitas tailing dengan baik.
Memperlakukan mineral dan batubara dengan kadar marginal dengan baik, dengan cara:
- Menempatkan dan mendata jumlah dan kualitasnya dengan baik.
- Tidak mencampurnya dengan waste
- Mengupayakan agar mudah untuk dapat dimanfaatkan apabila diperlukan.
- Mengoptimalkan pemanfaatan mineral lain yang mungkin ikut tergali.
Tahapan Perencanaan Tambang
Tahapan Perencanaan Tambang secara umum terdiri dari
tiga tahap:
Conceptual Study
(Preliminary Valuation)
Tahapan ini merupakan tahapan transformasi dari ide
proyek menjadi proposal investasi dalam kegiatan penambangan. Tahapan ini menggunakan metode perbandingan
dalam lingkup definisi, dan perkiraan biaya untuk mengidentidikasi potensi dari
investasi. Adapun biaya operating cost diperkirakan dalam bentuk ratio berdasarkan historical data.
Pre-Feasibility
Study (Preliminary)
Merupakan tahap peralihan antara Conceptual Study yang relatif murah
dengan Feasibility Study yang relatif mahal. Tahapan preliminary ini belum cocok untuk
dijadikan acuan untuk pertimbangan investasi. Tahapan ini memiliki hubungan
langsung dari berbagai ahli pada tiap bidang-bidang dalam kegiatan yang akan
direncanakan.
Adapun isi laporan dari Pre-Feasibility Study:
- Target
- Konsep Teknis
- Tonase dan Kadar dari Material
- Jadwal Penambangan
- Estimasi Biaya Kapital
- Estimasi Biaya Operasi
- Estimasi Balik Modal
- Biaya Pajak
- Biaya Aliran Dana (Cash Flow)
Feasibility
Study
Tahapan ini merupakan tahap evaluasi atas hasil
kegiatan penyelidikan umum dan ekplorasi dalam kegiatan ini diperhitungkan
nilai-nilai ekonomisnya dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis
pertambangan, lingkungan K3, nilai tambah, konservasi bahan galian dan aspek
pengembangan wilayah dan masyarakat serta perencanaan awal penutupan dan pasca
tambang.
Laporan pada Feasibility
Study berisikan dasar-dasar dari pertimbangan teknikal, lingkungan, serta
komersial dalam melakukan keputusan investasi. Tahapan ini menggunakan proses
iteratif unyuk mengoptimasi elemen-elemen proyek yang penting. Tahapan ini juga
berfungsi untuk mengidentifikasi kapasitas produksi, teknologi yang digunakan,
biaya kapital dan biaya produksi, serta jangka waktu pengembalian modal.
Fungsi penting Feasibility
Study
- Memberikan informasi dan fakta-fakta yang mendetil mengenai proyek (mineral).
- Memberikan skema eksploitasi, lengkap dengan desain, daftar peralatan secara detail yang dapat memberikan informasi yang cukup untuk memprediksi biaya dan hasil secara akurat.
- Menerangkan kepada pemilik proyek atau investor, potensi keuntungan dari proyek tersebut jika dilaksanakan seperti yang dijelaskan dalam laporan.
- Memberikan informasi yang dapat dimengerti oleh pemilik proyek, atau dapat dijadikan presentasi kepada stakeholders.
Isi Laporan Feasibility
Study
General
- Topografi, iklim, populasi, akses.
- Kecocokan terhadap lingkungan, kawasan hidup, dan sebagainya.
Geological
- Studi Geologi dari struktur dan mineralisasi.
- Sampel yang berasal dari kegiatan pemboran atau dari singkapan.
- Menyusun dan menyimpan data berupa material penyusun batuan, kekuatan & kestabilan batuan.
- Batas zona mineralisasi berdasarkan pengamatan geofisika.
Mining
- Gambaran desain tambang.
- Kebutuhan alat dalam operasional penambangan.
- Estimasi dari dilusi yang berasal dari waste serta ore losses.
- Jadwal produksi, baik bulanan, tahunan, hingga puluh tahunan.
- Biaya yang dibutuhkan untuk operasional alat dan pekerja.
Capital Cost
Estimation
- Perhitungan dari estimasi jumlah alay yang digunakan dalam operasional kerja penambangan.
- Penentuan jadwal kostruksi dari bangunan pendukung.
- Menentukan biaya tak langsung, termasuk biaya pengangkutan hingga pajak dari peralatan penambangan.
Operating Cost
Estimation
- Penentuan gaji dari pekerja.
- Penentuan jumlah dari sumberdaya yang harus digunakan untuk operasional penambangan.
- Penentuan waktu kerja dan biaya perawatan untuk alat operasional.
- Estimasi dari biaya administrasi dan biaya-biaya tambahan lain.
Lain-Lain
- Marketing.
- Dokumen kepemilikan.
- Dokumen pajak dan kondisi finansial perusahaan.
- Dokumen dampak terhadap lingkungan (AMDAL).
- Analisis pengembalian modal dan keuntungan.
Minggu, 29 April 2018
Tahapan Kegiatan dalam Penambangan
Secara umum, tahapan kegiatan penambangan modern dibagi
menjadi lima:
- Tahap Prospeksi
- Tahap Eksplorasi
- Tahap Development
- Tahap Eksploitasi
- Tahap Reklamasi
TAHAP PROSPEKSI
Merupakan tahapan awal dari kegiatan penambangan,
kegiatan ini meliputi kegiatan mencari bijih atau mineral-mineral berharga
lainnya, termasuk batubara. Metode yang dilakukan dalam melakukan kegiatan
prospeksi terbagi menjadi dua, yaitu metode langsung (pengamatan geologi
fisik), dan metode tidak langsung (geofisika, geokimia, fotogrametri, satelit).
Target utama dari kegiatan ini adalah untuk mencara anomali yang selanjutnya
anomali tersebut bertujuan untuk dianalisa dan dievaluasi. Adapun data yang
dibutuhkan dalam melakukan kegiatan prospeksi meliputi studi literatur, peta
geologi, dan data-data dari tambang lama yang telah selesai beroperasi. Jangka
waktu kegiatan prospeksi antara 1-3 tahun dengan biaya antara $0.2-$10M.
TAHAP EKSPLORASI
Tahapan eksplorasi bertujuan untuk menentukan luas
dan sebaran dari nilai ore atau bijih, metode yang dilakukan dalam melakukan
kegiatan eksplorasi ini berupa sampling
(pengambilan sampel baik berupa dari sampel pengeboran ataupun sampel dari
batuan yang tersingkap ke permukaan. Tahapan eksplorasi ini juga bertujuan
untuk melihat sisi kelayakan dari suatu proyek, apakah layak untuk dilanjutkan
atau dihentikan, dengan berbagai faktor, terutama dari segi nilai ekonomis. Jangka
waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan eksplorasi ini antara 2-5 tahun
dengan biaya antara $1-$15M.
TAHAP DEVELOPMENT
Merupakan tahapan lanjutan setelah kegiatan
eksplorasi. Apabila tinjauan studi kelayakan pada tahap produksi layak untuk
dilanjutkan, maka dilanjutkan kepada tahapan development Tahapan ini bertujuan untuk mulai membuka akses menuju
ore deposit agar dapat diproduksi.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap development ini adalah:
Mengurus perizinan
Memperkirakan pengaruh terhadap lingkungan
Menentukan peralatan yang akan digunakan
Membangun jalan untuk akses/sistem transportasi
Membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan
Membuat akses menuju ore deposit
Adapun jangka waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini
adalah antara 2-5 tahun dengan estimasi biaya $10-$500M.
TAHAP EKSPLOITASI
Merupakan tahapan untuk melakukan produksi dalam
skala besar setelah proses development selesai
dilaksanakan. Tahapan ini meliputi pemilihan jenis metode penambangan pada
lokasi, mengangkut material dari lokasi asal bijih ke tempat pemrosesan hingga
pada tahapan penjualan kepada konsumen. Pada tahapan eksploitasi ini juga
terdapat kegiatan pengawasan pada biaya operasi dan jangka waktu balik modal,
hal ini dikarenakan dana yang diinvestasikan mulai dari kegiatan prospeksi,
eksplorasi, dan development tergolong
cukup besar. Adapun jangka waktu dalam melakukan kegiatan eksploitasi ini
bervariasi, tergantung umur tambang dan jumlah cadangan yang terdapat dilokasi
tersebut, umumnya antara 10-30 tahun, dengan estimasi biaya 5M-$75M.
TAHAP REKLAMASI
Merupakan tahapan akhir dalam seluruh rangkaian
kegiatan penambangan, ketika kegiatan penambangan telah selesai, maka bentang
alam yang sudah dilakukan eksploitasi dikembalikan lagi menuju fungsi asalnya,
sehingga lahan bekas penambangan tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk
sektor-sektor lain seperti pertania, perumahan penduduk, hingga kawasan wisata.
Tahapan reklamasi ini juga meliputi pemindahan alat-alat industri yang terdapat
pada tambang tersebut. Jangka waktu yang dalam melakukan kegiatan reklamasi ini
antara 1-10 tahun, dengan estimasi biaya antara $1-$20M.
Sistem Penambangan Batubara Bawah Tanah
Minggu, April 29, 2018Batubara dan Pemanfaatannya, Sistem Penambangan Bawah Tanah
Tidak ada komentar
Metode
penambangan batubara bawah tanah dibedakan dengan metode penambangan bawah
tanah yang lain, hal ini dikarenakan lokasi penambangan batubara merupakan
jenis lapisan yang berupa sedimen dan lapisan batubara ini tersusun dari
karbon, dan banyak mengandung Metana (Gas Beracun).
METODE ROOM AND PILLAR
Metode Room And Pillar
Merupakan
jenis metode penambangan batubara yang menetapkan suatu blok penambangan
tertentu, dan menggali terowongan sebanyak 2 jalur, masing-masing melintang dan
memanjang. Metode ini terdiri dari metode penambangan batubara yang melalui
penggalian maju terowongan dan metode penambangan secara beruntun terhadap
pilar batubara pada blok yang sudah direncanakan, dimulai dari yang terdalam.
Syarat metode penambangan batubara room and pillar:
- Kemiringan lapisan batubara yang landai dengan kemiringan rata-rata di bawah 100. Namun dengan kondisi yang memungkinkan kemiringan lapisan dapat mencapai 500.
- Atap dan lantai lapisan batubara (batuan induk) berkondisi baik.
- Gas yang ditimbulkan sedikit.
- Jarang ditemukan sesar dan lapisan batubaranya stabil.
Kelebihan Metode room and pillar
- Lingkup penyesuaian terhadap kondisi alam penambangan lebih luas dibanding dengan sistem lorong panjang yang dimekanisasi
- Dapat menambang hingga batas-batas tertentu, dan menyesuaikan terhadap variasi kemiringan.
- Dapat melakukan penambangan suatu blok yang berkaitan dengan perlindungan permukaan (perlindungan bangunan terhadap penurunan permukaan tanah).
Kekurangan Metode room dan pillar
- Recovery penambangan batubara buruk (60%-70%)
- Potensi kecelakaan sering terjadi, contohnya berupa atap ambruk
- Batas maksimum penambangan dipengaruhi oleh pengaruh tekanan dikarenakan penambangan dilakukan dibawah permukaan.
- Potensi terjadinya swabakar tinggi, dikarenakan banyak batubara yang disisakan.
METODE LONGWALL
Metode Longwall
Merupakan
metode penambangan batubara bawah tanah dengan membuat lorong berupa panel atau
blok panjang sebagai bidang penambangannya. Metode ini banyak digunakan pada
penambangan batubara bawah tanah karena recovery
yang cukup baik
Ciri-ciri metode longwall
- Recovery tinggi dikarenakan mengambil batubara secara langsung di sepanjang bidang penambangannya.
- Apabila kemiringan lapisan landai, mekanisasi ekstraksi, pengangkutan dan penyanggan menjadi mudah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi batubara.
- Karena dapat memusatkan permukaan kerja, panjang lorong yang dilakukan perawatan terhadap jumlah produksi batubara menjadi lebih pendek
- Sistem ventilasinya mudah dan potensi swabakar yang dihasilkan lebih sedikit.
- Karena memanfaatkan tekanan batuan, pemotongan batubara menjadi mudah.
- Apabila terjadi keruntuhan pada tambang dengan metode ini, penurunan produksinya cukup besar.
Kelebihan metode longwall
- Sistem pengangkutan, ventilasi dan akses jalan mudah karena berupa bukaan yang memanjang sepanjang lapisan batubara
- Recovery yang dihasilkan cukup besar
- Potensi swabakar yang dihasilkan kecil
Kekurangan metode longwall
- Batas lapisan batubara yang sulit dijangkau tidak dapat diakses apabila jauh dari bukaan utama.
- Apabila terjadi keruntuhan pada proses penambangan, akan berdampak pada turunnya produktivitas secara drastis
- Apabila jenis lapisan tidak teratur, metode ini tidak efektif untuk digunakan.
Sabtu, 28 April 2018
Sistem Penambangan Bawah Tanah dan Metode Penambangan Bawah Tanah
Sistem Penambangan bawah tanah berbeda dengan
tambang permukaan, hal ini dikarenakan kegiatan penambangannya tidak
berhubungan langsung dengan udara luar (terbuka). Beberapa pertimbangan
pemilihan penambangan bawah tanah ini diantaranya:
- Material/mineral yang ditambang terletak jauh kedalam permukaan, sehingga membutuhkan pembukaan tanah penutup yang cukup besar apabila dilakukan penambangan melalui permukaan.
- Apabila dilakukan metode penambangan secara terbuka, tidak ekonomis, sehingga pemilihan metode penambangan bawah tanah adalah jawaban utama dalam menambang material/mineral tersebut.
- Faktor-faktor lain seperti keamanan, keekonomisan, dan modal.
Tambang Bawah Tanah
Jenis-jenis pada metode tambang bawah tanah terbagi
mejadi tiga:
- Open Stope Method
- Supported Stope Method
- Caving Method
- Underground Coal Mining Method (Dibahas dimateri selanjutnya)
Open Stope Method
Merupakan sistem penambangan bawah tanah yang
memiliki karakteristik sedikit memakai penyangga, bahkan hampir tidak ada,
metode penambnagan yang dilakukan yaitu secara sederhana (tradisional). Metode
penambangan ini cocok diterapkan untuk endapan bijih yang memiliki ciri-ciri
endapan bijih dan batuan induk relatif keras dan tidak mudah runtuh, endapan
bijih memiliki kemiringan lapisan (dip)
lebih dari 700, tebal endapan bijih kurang dari 5 meter, serta
perbedaan antara batuan induk dengan bijih dapat terlihat dengan jelas.
Metode Open
Stope dibedakan lagi menjadi
empat:
- Gophering Coyoting, Merupakan metode penambangan yang hanya mengikuti arah endapan bijih, dengan cara penambangan yang tidak sistimatis (random), alat yang digunakan cukup sederhana, dengan arah kemajuan mengikuti arah endapan.
- Glory Hole Method, merupakan sistem penambangan dengan cara membuat lubang bukaan secara bebas, dikarenakan batuan induk dan endapan bijih memiliki kekuatan yang relatif kuat. Metode ini cocok diterapkan pada endapan bijih yang sempit atau relatif sedikit.
- Shrinkage Stoping, merupakan metode penambanngan pada jenis batuan yang kuat, dengan kemiringan endapan >700, dengan tebal endapan < 3 meter. Endapan bijih memiliki karakteristik homogen dan memiliki nilai kadar dan harga yang tinggi. Penambangan metode ini tidak selektif dikarenakan bukan merupakan endapan sulfida (Fe), apabila merupakan endapan sulfida, harus diterapkan metode penambangan selektif karena berpotensi memunculkan air asam tambang.
- Sublevel Stoping, merupakan metode penambangan dengan membuat level-level, kemudian dari level tersebut dibuat lagi sub-sub levelnya, metode ini memiliki syarat ketebalan bijih antara 1-20 meter, dengan kemiringan endapan > 300. Batas endapan bijih dan batuan induk harus kuat dan tidak memiliki retakan ketika dilakukan penambangan, hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi terjadinya dilusi antara endapan dengan batuan induknya.
Sub Level Stoping
Supported Stope
Method
Merupakan metode penambangan bawah tanah yang
menggunakan penyangga (supported)
dalam proses penambangannya. Karakteristik dari metode ini diantaranya memiliki
endapan bijih dan batuan induk yang lunak, dan sistem penambangannya secara
sistematis.
Sistem penyanggaan dalam metode ini terbagi menjadi
dua, yaitu penyangga alamiah dan penyangga buatan. Penyangga alamiah merupakan
penyangga yang menggunakan material dari proses penambangan itu sendiri. Penyangga
alamiah dibagi menjadi tiga yaitu endapan bijih yang ditinggalkan atau tidak
ditambang, endapan bijih dengan kadar rendah yang tidak bernilai ekonomis, maka
endapan ini ditinggalkan dan dijadikan sebagai penyangga, dan batuan samping
yang digunakan sebagai penyangga dalam menambang bijih. Sedangkan penyangga
buatan merupakan penyangga yang dimasukkan kedalam batuan pada tambang bawah
tanah, yang berfungsi untuk memperkuat kekuatan batuan dalam menyangga dan
mencegah keruntuhan. Bahan penyangga buatan ini dapat berupa filling material yang dapat berupa
semen, pasir, material tailing, baja,
kayu dan baut batuan (rockbolt).
Supported Stope
Method terbagi menjadi empat:
- Shrink and fill Stoping, merupakan metode penambangan dengan membuat level-level di lokasi bijih yang akan ditambang, dalam setiap level akan dibentuk stope atau ruang untuk melakukan penambangan. Setelah suatu level telah selesai dilakukan penambangan, maka level tersebut akan diisi kembali dengan material dan dilanjutkan dengan menambang kembali pada level selanjutnya. Arah kemajuan penambangan pada metode ini relatif horizontal.
- Cut And Fill Stoping, suatu metode yang memotong batuan untuk membuat stope dalam suatu level, setelah selesai menambang pada satu stope, maka stope tersebut diisi kembali (backfilling) tanpa harus menunggu selesai pada satu level. Syarat penambangan dengan metode ini adalah memiliki ketebalan bijih antara 1-6 meter dengan endapan yang relatif tebal dan cenderung horizontal, untuk jenis endapan berupa vein, kemiringan harus lebih dari 450 sedangkan untuk endapan bukan vein kemiringan kurang dari 450. Memiliki endapan bijih yang keras dan memiliki nilai kadar dan keekonomisan yang tinggi dengan batuan induk yang lunak.
- Square Set Stoping, metode penambangan ini dibuat dengan cara membuat penyangga yang lebih sistematis yang berbentuk tiga dimensi, baik berupa kubus ataupun balok. Penyangga dapat berupa kayu maupun besi, Ciri-ciri dari metode ini yaitu memiliki ongkos penyanggaan yang mahal, dengan kemiringan endapan bijih >450 dengan ketebalan bijih > 3.5 meter, sedangkan endapan bijih maupun batuan induk mudah runtuh, antara batuan induk dengan bijih tidak memiliki batasan yang jelas.
- Stull Stoping, metode ini menerapkan sistem penambangan yang memasang penyangga dari footwall ke hanging wall. Sesuai dengan namanya, stull berarti kayu, sehingga pada sistem penambangan ini menerapkan sistem penyanggaan berupa kayu. Karakteristik dari metode ini antara lain bijih memiliki kekerasan yang cukup kuat, namun batuan induk mudah pecah menjadi bongkahan-bongkahan, kemiringan endapan bijih tidak terlalu dipertimbangkan, ketebalan dari endapan bijih berkisar antara 1-5 meter dengan tingkat keekonomisan harus bernilai tinggi. Recovery dari penambangan harus tinggi dan looses factor harus rendah, dikarenakan biaya untuk menerapkan penyanggaan cukup mahal.
Caving Method
Metode caving
(ambrukan) merupakan cara penambangan terhadap bijih dengan konsep menambang
yaitu dengan cara melakukan penggalian pada bagian bawah undercutting yang menyebabkan runtuhnya batuan dibagian atas akibat
berat dari batuan, dan tekanan dari sisi atas dan samping dari batuan. Metode ini
diterapkan pada blok badan bijih yang besar karena tingkat produksi dari metode
ini cukup tinggi. Penarikan bijih hasil runtuhan pada bagian bawah dari kolom
bijih menyebabkan proses runtuhan akan terus berlanjut hingga ke bagian atas
sampai seluruh bijih diatas level undercut
hancur menjadi ukuran yang sesuai untuk proses selanjutnya.
Jumat, 27 April 2018
Macam-Macam Perhitungan pada Peledakan Tambang Bawah Tanah
Perhitungan
pada Peledakan Tambang Bawah Tanah
Agar
peledakan berhasil dengan baik (cleaned
blast), jarak antara lubang ledak dengan kosong, tidak boleh lebih besar
daripada 1.5 dari diameter lubang kosong. Apabila jaraknya lebih besar akan
menimbulkan kerusakan dan jika jaraknya terlalu dekat, maka akan muncul
kemungkinan lubang ledak bertemu dengan lubang kosong, sehingga berpotensi
peledakan yang dihasilkan tidak maksimal.
Perencanaan
Cut
Cut digunakan
sebagai bidang bebas kedua yang biasanya dipakai dalam peledakan tambang bawah
tanah. Stigg O. Olofsson dalam bukunya membagi cut menjadi empat buah
persegiempat, masing-masing persegi terdapat empat buah lubang ledak dan pada
persegiempat pertama terdapat satu buah lubang kosong (empty hole)
yang tidak diisi bahan peledak.
Cut I
Cut II
Cut III
Cut IV
Geometri Cut ketika diplotkan
Pemuatan
Lubang Ledak dalam Bujursangkar Pertama
Kebutuhan
muatan bahan peledak untuk bermacam-macam jarak C-C (pusat ke pusat) antara
lubang kosong dengan lubang ledak dapat dihitung dengan melihat grafik dibawah.
Jumlah muatan
sebagai fungsi jarak pusat ke pusat lubang
untuk berbagai
diameter lubang bor
Perhitungan
Untuk bujursangkar selanjutnya
Perhitungan
untuk bujursangkar dalam cut yang
lain adalah sama dengan bujursangkar pertama. Perbedaannya adalah peledakan ke
arah bukaan segiempat sebagai ganti bukaan sirkular. Adapun sudut ledakan (angle of break) jangan terlalu kecil.
Dalam
perhitungan burden (B) sama dengan
sama dengan lebar (W)
B
= W
Adapun
perhitungan muatan bahan peledak minimum dan burden maksimum untuk bermacam-macam lebar bukaan dapat dilihat
pada grafik dibawah. Muatan bahan peledak yang terdapat pada grafik ini adalah
muatan untuk semua kolom lubang ledak.
Jumlah muatan sebagai fungsi dari “burden” maksimum
untuk berbagai lebar bukaan yang ada
Stoping
Suatu lubang ledak (round) dibagi menjadi:
- Lubang Lantai (floor holes)
- Lubang dinding (wall holes)
- Lubang atap (roof holes)
- Lubang stoping arah pemecahan ke atas dan horizontal
- Lubang stoping arah pemecahan ke bawah
Untuk
menghitung burden (B) dan muatan
untuk bermacam-macam bagian dari lubang ledak dapat menggunakan grafik dibawah.
Burden sebagai fungsi dari konsentrasi muatan
untuk berbagai diameter lubang dan jenis bahan peledak
Apabila
burden (B), kedalaman lubang ledak,
(H) dan konsentrasi bahan peledak (łb)
telah diketahui, maka tabel dibawah digunakan untuk menentukan geometri
pemboran dan peledakan dari lubang ledak.
Geometri pemboran
dan peledakan dari “round”